Otomania.com - Dalam kondisi tertentu bahu jalan tol bisa digunakan, misalnya untuk lewat mobil ambulan, pemadam kebakaran, atau pun mobil yang mogok dan harus berhenti. Tapi hal itu kadang tidak digubris bahkan dilanggar oleh pengguna jalan tol.
Inilah yang diutarakan Pendiri dan Instruktur dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu. Menurutnya, bahu jalan tol sering dipakai menyalip kendaraan lain, dan membuat baju jalan tol menjadi tempat yang berbahaya.
Contonya, pernah ada kasus pengendara yang berhenti di bahu tol tewas ditabrak pengendara lain yang hendak menyalip kendaraan lain lewat bahu jalan tol.
"Pengendara itu menabrak mobil yang sedang berhenti yang ada orang di dalamnya, sehingga orang tersebut meninggal dunia. Ini terjadi karena ada kebiasaan di Indonesia yang menggunakan bahu jalan tol untuk tempat menyalip," kata Jusri dikutip dari Kompas.com, Sabtu (10/3/2018).
(BACA JUGA: Pemerintah Bisa Dituntut Karena Jalan Berlubang, atau Denda Rp 120 Juta)
Jusri pun mengimbau pengguna kendaraan untuk tidak berhenti di jalan tol. Jika mobil mogok, sebisa mungkin keluar dari tol dulu dengan mengontak jasa mobil derek yang disediakan pengelola jalan tol.
Jika memang darurat dan tidak mungkin untuk keluar tol, Jusri menyarankan untuk meletakkan segitiga pengaman atau penanda adanya kendaraan rusak.
Penanda itu juga lebih baik diletakkan 30-50 meter sebelum lokasi kendaraan rusak tersebut serta untuk menyalakan lampu hazard.
Kejadian tragis yang merenggut korban jiwa tersebut karena masih banyak pengemudi yang memacu kencang kendaraannya di jalur paling kiri bahkan bahu jalan. Seharusnya semakin ke kanan jalur maka kecepatan kendaraan seharusnya semakin tinggi, bukan sebaliknya.