Otomania.com - Astra Internasional tertarik menamkan sahamnya ke jasa transportasi online Go-Jek. Jumlah yang digelontorkan pun tak main-main, nominalnya capai 150 juta dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan menjadi Rp 2 triliun.
Keterangan yang didapat dari Nadiem Makarim, sang pendiri dan pemilik Go-Jek, dengan demikian Astra Internasional menjadi pemegang saham terbesar dari lainnya. Namun tak ada rincian pasti berapa persen kepemilikannya di GO-JEK.
Bagi Astra pun, nilai saham sebesar itu menjadi yang tertinggi di sektor perusahaan berbasis digital. Sebenarnya bukan hanya industri otomotif saja yang telah memupuk saham di Go-Jek, sebelumnya sudah ada Google yang lebih dulu.
(BACA JUGA: Grup Astra Raup Untung Bersih Rp 6,6 Triliun dari Sektor Otomotif)
Nadiem pun merasa bangga dengan kontribusi Astra Internasional yang mau suntikkan dana bagi perusahaannya. Harapannya, ini akan menjadi langkah awal untuk memajukan bisnis usaha dalam bidang digital.
“Ada berbagai macam area rencana bisnis dari sisi kendaraan, distribusi, dan finance. Pemain-pemain besar lokal telah berpastisipasi dalam ekonomi digital di Indonesia. Harapannya, ini hanya awal kerja sama dari bidang tradisional dengan digital,” ucap Nadiem dalam pidatonya.
Konfirmasi lain didapat dari pihak Astra internasional melalui Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra internasional, yang mengatakan Go-Jek sendiri sudah curi pandang sejak 3 tahun terakhir. Diharapkan langkah ini bisa menjadi investasi jangka panjang ke depannya.
Prijono melanjutkan, Indonesia sudah memasuki era digitalisasi yang pesat sejak beberapa tahun yang lalu. Angkanya sampai 2018 ini mencapai 76 persen. Mungkin tahun 2020 sudah merata 100 persen.
"Era digitalisasi harus disambut gembira oleh para investor. Kenapa tidak kami bergabung dengan Go-Jek? Saya melihat ada benang merahnya,” kata Prijono dalam pidatonya.
(BACA JUGA: Asuransi Astra Maksimalkan Era Digitalisasi)
Sementara di pihak Kementrian komunikasi dan Informatika yang disampaikan Menteri Rudiantara, menghimbau kepada Astra International untuk jangan hanya memandang dari nilai keuntungan saja, tapi juga sebagai kemajuan ekonomi lewat era digital bagi Indonesia.
“Astra seharusnya menjadi penghela atau penarik, pengubah transisi ekonomi kita menjadi digital. Ini adalah proses bisnis, teknologi itu netral. Tapi mental, mindset bisnis yang berubah memanfaatkan teknologi,” jelas Rudiantara.