Jakarta, Otomania.com - Rencana perluasan gerbang tol dengan sistem pembayaran elektronik telah disosialisasikan pihak pengelola jalan tol sejak jauh hari. Harapannya perubahan ini dapat membuat proses transaksi tunai yang sebelumnya memakan waktu menjadi lebih cepat dan mengurangi potensi kemacetan.
Namun kebijakan ini belakangan sedikit mendapat protes dari masyarakat. Ini terkait dengan kebijakan isi ulang uang elektronik yang dikenakan biaya oleh Bank Indonesia yang saat ini peraturan tersebut masuk dalam tahap finalisasi.
Menanggapi kabar ini, Kepala Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Hery Trisaputra Zuna, coba angkat bicara.
"Sebenarnya nanti tidak hanya kita (jalan tol) tapi sampai pada penggunaan di KRL dan untuk belanja. Tapi saya tidak akan mengomentari kebijakan ini. Paling penting adalah bagaimana masyarakat ini menuju sistem transaksi non tunai (cashless) yang nantinya berdampak pada kelancaran di jalan, seharusnya didorong dengan kemudahan," ucap Hery saat dihubungi Otomania, Senin (18/9/2017).
Baca: Masalah di Gerbang Tol, Mesin Rusak sampai Bingung Bayar
Hery berpendapat, dirinya memandang kebijakan ini dari sisi positif dimana pemerintah berharap sistem ini akan berjalan berkelanjutan sehingga membutuhkan biaya investasi dan biaya perawatan. Untuk hal ini, sah-sah saja jika kemudian ada biaya.
Namun dirinya lebih berharap jika kebijakan terkait transaksi elektronik ini tidak ada yang membebani masyarakat. Jadi di satu sisi dapat berjalan namun juga tidak menjadi tambahan kewajiban yang membebani.
"Kalau memang ada biaya, baiknya kita dorong masyarakat untuk tetap isi di bank masing-masing (sesuai bank yang mengeluarkan kartu) agar tidak terkena biaya. Syukur lagi nantinya bisa menggunakan layanan e-banking yang lebih sederhana," ucap Hery.
"Tapi kita tunggu saja bagaimana kelanjutan kebijakan ini, harapannya ada regulasi yang mampu dikombinasikan untuk tujuan yang lebih besar," ungkap Hery.