Jakarta, Otomania.com - Sepeda motor dilarang melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin sampai Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, sejak akhir 2014. Pembatasan itu, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.5 tahun 2014.
Setelah tiga tahun kebijakan itu berjalan, Dinas Perhubungan DKI Jakarta kembali mengusulkan agar pembatasan motor diperluas. Bikers dilarang lewat Jalan Sudirman, tepatnya Bundaran Hotel Indonesia (HI) sampai Bundaran Senayan.
Baca juga: Gubernur Djarot Tunda Pelarangan Sepeda Motor di Jalan Sudirman
Rencana awal, mulai 12 September sampai 11 Oktober dimulai dengan masa uji coba, kemudian dilanjutkan penetapan pada 12 Oktober 2017. Namun, siang ini, Kamis (7/9/2017) Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, memberikan perintah agar ditunda.
Djarot ingin kebijakan itu tidak diterapkan dalam waktu yang begitu cepat. Oleh sebab itu, dia meminta Dishub untuk melakukan kajian ulang, dan disarankan dimulai usai pembangunan infrastruktur flyover dan underpass selesai.
Baca juga: Ramai-ramai Menentang Pembatasan Sepeda Motor
Bukan hanya Djarot, para pengguna motor khususnya dari para kalangan komunitas juga tidak setuju jika ada perluasan larangan motor lagi di Ibu Kota.
Kalau 2018 mungkin lebih baik dimana semua sarana prasarannya sudah lebih matang," kata Achobule, Presiden Yamaha Riders Federation Indonesia (YRFI) saat dihubungi Otomania.com, Rabu (6/9/2017).
Produsen sepeda motor, seperti Astra Honda Motor (AHM) hingga Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) kurang setuju dengan kebijakan itu. Menurut para pabrikan, motor itu masih menjadi alternatif alat transportasi, apalagi di pusat kota seperti Jakarta ini.
Pemprov, Dishub DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya, terkesan buru-buru dalam menetapkan kebijakan perluasan motor di Jalan Sudirman. Padahal, persiapannya belum memadai, apalagi jika merujuk pada UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Selain itu, bisa juga mengacu PP No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Baca juga: Ini Syarat Jika Mau Membatasi Sepeda Motor
Dalam PP 32/2011 ditegaskan bahwa, jalan yang dibatasi sedikitnya memenuhi kriteria memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5 (nol koma lima).
Kedua, telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan.
Selain itu, angkutan umum yang disediakan harus memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Defenisi SPM bila merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 98 tahun 2013, meliputi, keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan.
Baca juga: Tilang Lewat CCTV Akan Diterapkan di Seluruh Indonesia
Salah satu aspek dalam keteraturan, khususnya dalam jarak antara kendaraan angkutan perkotaan disebutkan bahwa pada waktu puncak paling lama 15 menit dan non puncak paling lama 30 menit. Penentuan waktu puncak disesuaikan kondisi masing-masing daerah.
Jika melihat pada semua itu, belum pantas ada perluasan pembatasan motor lagi di DKI Jakarta. Bagaimana menurut Anda? Sampai pendapat Anda di kolom komentar.