Motor Dilarang Lewat JLNT Ada Alasannya

Setyo Adi Nugroho - Jumat, 14 Juli 2017 | 13:05 WIB

Polisi lalu lintas merazia para pengendara sepeda motor yang nekat melintasi JLNT Kampung Melayu-Tanah Abang di kawasan Karet, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2014). Puluhan pengendara sepeda motor terjaring dalam razia yang dilakukan untuk menekan tingkat kecelakaan. Seharusnya pemotor dilarang melintas JLNT tersebut. (Setyo Adi Nugroho - )

Jakarta, Otomania.com - Fenomena ratusan sepeda motor melanggar jalan layang non tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang kembali terekam. Perdebatan seputar boleh tidaknya motor masuk jalan layang dan kenapa banyak peraturan seperti mendeskreditkan sepeda motor jadi bahasan di video tersebut.

Di depan jalur masuk JLNT tersebut padahal sudah terpampang rambu lalu lintas berukukan besar bahwa pengendara motor dilarang masuk. Menanggapi hal ini, Training Director Jakarta Defensive Driving Center (JDDC), Jusri Pulubuhu, mengingatkan peraturan tersebut tidak diberikan semena-mena oleh pemangku kepentingan.

“Pasti sudah ada pertimbangannya, paling utama adalah keselamatan. Tidak mungkin semena-mena memberikan peraturan JLNT ini boleh dilewati motor, yang ini tidak boleh. Masyarakat harusnya menyadari itu,” ucap Jusri saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Menurutnya, jika ada yang membandingkan antara infrastruktur satu dan lainnya memiliki peraturan berbeda itu karena tidak bisa semua peraturan ditetapkan setara. Misal kenapa ada jalan layang yang boleh dilewati motor atau tidak, kenapa kecepatan di jalan tol yang satu dan yang lain berbeda, semuanya sudah dipikirkan masak-masak.

“Kalau yang di daerah Kuningan ini, jaraknya sangat panjang, lebarnya juga kecil. Belum lagi tidak ada pembatas antara mobil motor,” ucap Jusri.

Paling menjadi faktor adalah bahwa pengemudi kendaraan baik motor dan mobil di Indonesia belum tertib, masih suka berpindah jalur. Bayangkan bila hal tersebut terjadi di JLNT, motor yang menjadi korban karena ukuran fisiknya yang lebih kecil dari mobil.

“Bagi pemotor justru kerugiannya lebih banyak. Sebelum melakukan pelanggaran, baiknya berpikirlah, kecelakaan itu mahal. Belum lagi tanggung jawab yang akan menyertainya, misal dia kepala rumah tangga, harus jadi tulang punggung ekonomi keluarga. Jangan coba-coba,” ucap Jusri.

Fenomena para pengendara motor ini juga menjadi bukti bahwa intelektualitas dan status ekonomi tidak berbanding lurus dengan ketertiban di jalan raya. "Mau motor besar, maupun motor kecil sama saja. Motor kecil bahkan lebih parah karena kuantitinya besar," ujar Jusri.