Jakarta, Otomania.com – Walau jumlahnya sedikit, setiap kali biker moge bikin masalah pasti jadi sorotan. Biker moge ibarat tokoh masyarakat yang lebih baik dikenal karena hal positif daripada dicap arogan atau pelanggar aturan.
Ada alasannya moge itu seharusnya cuma dikuasai biker pilihan yang punya banyak pengalaman. Lebih mudah beli moge daripada mengendarainya di jalan.
Setiap kendaraan bermotor merupakan alat transportasi, namun di balik itu kendaraan bisa jadi alat pembunuh. Semakin besar dimensi dan kapasitas mesin motor, berarti pemiliknya juga punya tanggung jawab yang lebih berat.
Mengendalikan moge tidak mudah, masalah yang kerap dialami biker misalnya susah menyalip, setang berat, hawa mesin panas, dan sulit mengerem mendadak. Hal-hal seperti itu yang bikin moge tidak begitu akur dengan lalu lintas harian.
Pengendaranya harus punya keahlian, jauh di atas kemampuan mengendalikan motor bermesin di bawah 250cc.
“Kalau orang asing yang beli moge di Indonesia pasti ribet, karena mereka tanya-tanya dulu. Misalnya bagaimana belajar cara mengendarainya, pola pikir mereka begitu. Kalau di sini, beli moge yang penting gaya dulu, enggak mikir tanggung jawabnya sampai mana. Orang Indonesia itu kalau beli barang jarang baca buku manual,” ucap Michael Gerald Gozal, Safety Riding Analyst Astra Motor, Kamis (29/6/2017).
Salah satu contoh kasus yang memungkinkan moge dipegang biker minim pengalaman yaitu bila orang tua memberikan kepada anaknya yang baru punya SIM C. Peran orang tua sangat penting dalam hal ini kalau tidak mau anaknya jadi preman jalanan atau bahkan pembunuh.
Kasus moge masuk tol yang baru saja viral mengangkat lagi pentingnya ilmu berkendara biker. Ini bukan cuma soal kemampuan berkendara atau mengerti rambu lalu lintas saja, tapi juga berkaitan dengan aspek keselamatan berkendara dan psikologi yang sehat.
Training Director Jakarta Defensive Driving Center (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, penggolongan SIM C berdasarkan kapasitas mesin motor bisa jadi salah satu cara menyisihkan biker belum pengalaman mengendarai moge. Selain itu juga, penggolongan itu mampu bikin biker jadi terpacu untuk belajar lebih serius mengendarai moge.
“Sudah pasti, kalau penggolongan itu sudah dibuat prosedurnya. Tes SIM C sekarang kan seperti biasa, buat moge bisa disamakan dengan kelompok pemohon SIM B umum. Jadi perlu ada cek kesehatan dan tes psikologi," ungkap Jusri.
Psikotes buat para biker dikatakan Jusri sangat penting, sebab dia berpotensi jadi pembunuh di jalan. “Motor itu pada dasarnya labil, tidak pernah stabil. Kemampuan mengendarai moge itu butuh stamina, intelejensi, dan emosi yang bagus,” kata Jusri.
Kepolisian sudah melempar wacana penggolongan SIM C berdasarkan kapasitas mesin motor sejak 2015 namun sampai sekarang belum kejadian. Rencananya, SIM C buat motor di bawah 250cc, C1 di atas 250cc-500cc, dan C2 di atas 500cc. Hal ini baik sebab bikin biker punya jenjang pengalaman, menghindari lompatan dari motor sport 150cc langsung ke 500cc.