Budaya Mudik Naik Motor Sulit Dihilangkan?

Aditya Maulana - Sabtu, 24 Juni 2017 | 13:42 WIB

Pemudik bersepeda motor melintasi Jalur Pantura Indramayu - Cirebon, Jawa Barat, Jumat (23/6/2017). Pada H-2 Lebaran, jalur Pantura dipadati kendaraan pemudik khususnya kendaraan roda dua. (Aditya Maulana - )

Jakarta, Otomania.com - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan Kepolisian Republik Indonesia mengimbau kepada masyarakat, untuk tidak mudik menggunakan sepeda motor. Alasan utama, karena potensi terjadinya kecelakaan lebih besar ketimbang jenis kendaraan bermotor lain, seperti mobil, bus, kapal laut, hingga pesawat terbang.

Bukan sekedar mengingatkan, langkah pemerintah juga didukung oleh para instansi pemerintah atau swasta, dengan mengadakan mudik dan balik bersama-sama menggunakan bus hingga kereta api.

Meski sudah dilarang, dan disediakan sarana mudik bareng, masyarakat yang pulang kampung menggunakan motor tetap banyak. Salah satu alasan utama karena keadaan ekonomi.

Lantas, apakah benar budaya seperti itu sulit dihilangkan? Kombes Pol Ermayudi Sumarsono, Kasubdit Dikmas Ditkamsel Korlantas Polri menjelaskan, semuanya balik lagi kepada masyarakat. Sebagai petugas keamanan, sudah mengingatkan mengenai bahaya dan lain sebagainya.

"Kalau keadaannya finansial mau bagaimana, kalau sudah seperti itu kita kembali mengingatkan saja hati-hati di jalan dan patuhi semua peraturan rambu lalu lintas," ujar Ermayudi di kawasan Sunter, Jakarta Utara belum lama ini.

Ermayudi menghimbau, pemudik yang pakai motor jangan membawa barang berlebihan. Perlu diingat, bahwa masing-masing motor hanya untuk dua orang, tidak boleh lebih.

"Kalau keluarganya empat orang, istri dengan anak naik bus atau kereta, biarkan bapaknya yang naik motor. Pokoknya diatur saja agar tidak membahayakan buat dirinya sendiri dan juga orang banyak," kata dia.