Generasi Ketiga Innova dan Fortuner Gerak Roda Depan?

Febri Ardani Saragih - Senin, 5 Juni 2017 | 09:45 WIB

Toyota Fortuner makin galak tanpa krom. (Febri Ardani Saragih - )

Jakarta, Otomania.com – Otomotif Indonesia semakin mengarah “hijau” dalam beberapa tahun ke depan. Peralihan ke Euro IV sudah disepakati mulai 2018, setelah itu pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa regulasi baru misalnya Low Carbon Emission Vehicle hingga pajak berdasarkan emisi. Arah baru ini disinyalir bermasalah buat Innova dan Fortuner.

Dua model itu merupakan produk International Multi-purpose Vehicle (IMV) yang diproduksi di dalam negeri oleh Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). IMV adalah platform berbasis ladder frame dengan penggerak roda belakang.

Konfigurasi itu punya satu kelemahan, yaitu boros bahan bakar. Innova dan Fortuner tidak bisa terus-terusan menggunakannya jika tetap ingin bersaing pada masa depan, terutama dengan model yang pakai sasis lebih modern, monokok.

Pada generasi kedua Innova dan Fortuner yang meluncur pada 2015 dan 2016, dua produk ini mengalami kenaikan bobot lumayan besar yakni sekitar 200 kg (tergantung tipe). Penambahan bobot tentu mempengaruhi efisiensi bahan bakar, 200 kg itu berarti kira-kira ada tambahan tiga orang dewasa di kabin.

Cara buat menanggulanginya, Innova dan Fortuner dibekali mesin baru yang lebih efisien, serta terdapat fitur baru seperti traction control dan pilihan mode mengemudi ECO dan Power.

Meski begitu teknologi cuma bantuan, esensi dan kompensasi ladder frame plus gerak roda belakang yang menghabiskan lebih banyak bahan bakar tidak hilang. Apalagi jika dibandingkan model monokok.

Alasan utama mengapa ladder frame plus gerak roda belakang lebih boros bahan bakar yakni menggunakan lebih banyak komponen mekanis ketimbang monokok. Salah satunya yaitu propeller shaft sebagai penyalur torsi dari mesin ke kedua roda belakang.

Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang dan Industri Indonesia Johnny Darmawan pernah mengungkap kekhawatirannya pada mobil-mobil produksi Indonesia yang masih menggunakan ladder frame. Dikatakan pelaku industri masih butuh waktu mengubah semua model ladder frame ke monokok buat memenuhi aturan efisiensi yang mengetat.

“LCEV itu kan masalah efisiensi dan karbon, efisiensi mobil (rakitan lokal) kita enggak ada yang lulus semuanya, yang akan lulus monokok. Bukan Toyota saja, Suzuki dan Mitsubishi juga masih ada yang pakai ladder frame,” ucap Johnny yang juga menjabat sebagai Komisaris TMMIN, di Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

Baca: Efisiensi Makin Ketat, Mobil “Ladder Frame” Terancam

Masalah efisiensi Innova dan Fortuner coba Otomania tanyakan kepada Presiden Direktur TMMIN Warih Andang Tjahjono di Jakarta, Jumat (2/5/2017). Dia setuju harus ada perubahan besar mengikuti arah perkembangan industri, walau begitu tidak disebutkan pasti apakah Innova dan Fortuner bakal beralih menjadi monokok dan penggerak roda depan.

“Ke depan seperti apa itu yang sedang kami diskusikan. Kelemahan-kelemahan yang kami hadapi harus dijawab. Tahun depan jadi poin penting. Ya, untuk produk masa depan,” kata Warih.

Kendati lebih boros bahan bakar, sasis ladder frame dan penggerak roda belakang juga punya keunggulan yang selama ini melekat pada Innova dan Fortuner. Misalnya, lebih nyaman buat penumpang, jago menanjak, radius putar kecil, dan lebih tahan pada jalan jelek.

Toyota perlu memikirkan pengembangan Innova dan Fortuner, bukan hanya untuk jangka pendek tapi juga jangka panjang. Sebab selain masalah produk, hal lain yang juga mesti dipertimbangkan yaitu investasi tambahan buat penggantian peralatan produksi.