Teroris Trotoar Masih Ada, Hadapi dengan Bijak

Febri Ardani Saragih - Senin, 29 Mei 2017 | 10:25 WIB

Seorang pejalan kaki terjepit di antara pengendara motor yang menggunakan trotoar untuk menghindari kemacetan. (Febri Ardani Saragih - )

Jakarta, Otomania.com – Fenomena perampasan hak pejalan kaki pada trotoar oleh pesepeda motor masih terus terjadi. Celakanya, banyak juga pengendara motor tidak paham ada aturan soal itu jadinya malah ngotot waktu diberitahu itu tindakan salah.

Aturannya sudah jelas, pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 106 menyebutkan, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan pejalan kaki dan pesepeda. Pada Pasal 131 dijelaskan pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar.

Hukuman buat setiap orang yang mengganggu fungsi pejalan kaki, seperti tertera pada Pasal 275, adalah pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda Rp 250.000. Atau, bila sampai merusak, bisa dikurung penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp 50 juta.

Tindakan egois membawa motor melewati trotoar adalah cerminan tidak dewasanya pribadi pengendara. Tipikal orang seperti ini tidak bisa begitu saja paham ketika diberitahu. Pejalan kaki yang dirampas haknya juga perlu pintar menanggapi.  

ADYSTA PRAVITRARESTU
Pengendara motor membandel dengan menaiki trotoar jalan saat kemacetan di bawah flyover Semanggi, Jakarta, Jumat (11/4/2014).

Training Director Jakarta Defensive Driving Center (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, pejalan kaki berhak menegur pesepeda motor yang naik ke trotoar. Walau begitu disarankan hati-hati dalam berbicara sebab ada juga aturan soal perkataan yang memiliki unsur penghinaan.

“Demi keamanan dan keselamatan atas tindakan yang tidak tahu diri dari pengendara motor, maka minggir adalah tindakan sederhana yang dapat kita lakukan,” kata Jusri, Minggu (29/5/2017). 

Pejalan kaki jangan sampai terpancing emosi lantas malah berbuat pelanggaran lainnya. Menindak pelanggar seharusnya dibebankan pada aparat yang berwenang.