Jakarta, Otomania – Nasib Rio Haryanto di Formula 1 untuk musim 2017 mungkin sudah berakhir. Namun siapa sangka Indonesia masih menyisakan satu wakilnya untuk berkiprah di ajang balap jet darat tercanggih tersebut.
Nama Stephanus Widjanarko mungkin asing di dengar oleh masyarakat Indonesia. Padahal pemuda asal Bandung, Jawa Barat ini, telah berkecimpung di dunia balap lebih dulu dibanding Rio Haryanto, sebagai salah satu staf ahli di tim Scuderia Toro Rosso.
Tephie, panggilan Stephanus, sejak 2013 menjadi desainer aerodinamika untuk tim yang bermarkas di Faenza, Italia tersebut. Ia mengaku dirinya tidak pernah membayangkan dapat bekerja dalam dunia balap Formula 1, pekerjaan yang diimpikan banyak pecinta otomotif.
“Saya tidak pernah memimpikan untuk bekerja di dunia balap mobil. Terpikir pun tidak,” ucap Tephie saat ditemui Otomania beberapa waktu lalu.
Lantas bagaimana cerita awal mula ia dapat berkecimpung di dunia balap F1? Stephanus mengungkapkan semua bermula ketika menghubungi seorang dosen dalam upayanya melanjutkan studi S2.
Stephanus yang merupakan Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) lulusan 2008 berkeinginan untuk dapat kembali melanjutkan sekolah ke jenjang S2 di luar negeri. Namun berkali-kali ia mencoba, panggilan beasiswa yang dinantikan tak kunjung tiba.
“Saya sempat mengisi waktu dengan magang di beberapa perusahaan seperti Chevron, dan Polytron hanya beberapa bulan. Waktu itu lulusan teknik pasti mengincarnya migas atau industri lain, tapi saya ingin sekali melanjutkan sekolah,” ucap Tephie.
Setelah gagal mengikuti beberapa program beasiswa, Stephanus sempat berpikir untuk langsung bekerja saja di Indonesia. Suatu ketika ia mendengar kabar seorang profesor asal Belanda yang merupakan kolega dosennya di ITB hendak datang ke Indonesia.
“Saya sudah mengupayakan segala hal untuk bisa dapat kesempatan sekolah lagi, waktu itu pikirnya iseng-iseng saja saya kirim CV ke professor E. van Groesen. Tidak disangka beliau menerima surat elektronik saya dan mengirimkan langsung ke bagian beasiswa Universitas Twente, Belanda,” ucap Tephie.
Melalui rekomendasi professor tersebut, Stephie mendapatkan kesempatan untuk kuliah. Pihak universitas mensyaratkan dirinya harus segera mempersiapkan segala hal termasuk berkas-berkas. Maka mulailah di September 2009 dirinya mulai bersekolah dengan berkonsentrasi pada studi Teknologi Energi Berkelanjutan.