Asosiasi "Aftermarket" Minta Pemerintah Duduk Bareng

Stanly Ravel - Sabtu, 17 Desember 2016 | 12:02 WIB

(Stanly Ravel - )

Jakarta, Otomania - Industri aftermarket jadi salah satu penopang perkembangan dunia otomotif di luar dari agen tunggal pemegang merek (ATPM). Banyaknya produk-produk baru seperti aksesori, car care, teknologi, dan lainnya, bisa membuat pasar otomotif bisa selalu bergairah.

Sayangnya, para pelaku aftermarket sering dianggap sebelah mata oleh pemerintah, sehingga sulit untuk berkembang. Belum lagi dengan regulasi yang kadang-kadang menekan bisnis perkembangannya.

Berangkat dari itu, akhirnya beberapa pemain besar aftermarket berinisiatif membuat sebuah wadah agar sama-sama bisa mencari jalan keluar, terutama upaya untuk duduk bersama dengan pemerintah.

"Pemain aftermarket otomotif ini cukup banyak jumlahnya. Kalau hanya satu orang yang datang ke pemerintah tidak akan dianggap. Tapi kalau dalam sebuah organisasi atau asosiasi, pemerintah tidak punya alasan menolak," kata Ayong Joe Ketua Gatomi sekaligus CEO Kramat Motor, produsen audio di Jakarta, Kamis (16/12/2016).

Menurut Ayong, selama ini pemerintah suka mengeluarkan regulasi yang spontan, artinya tanpa ada sosialisasi yang jelas dan dimengerti sudah langsung jalan. Tanpa disadari hal ini sangat berdampak pada pengusaha aftermarket yang berujung bisa mematikan bisnis.


"Banyak kebijakan yang harus dibicarakan bersama pemerintah, kami tidak keberatan ada aturan tapi setidaknya bisa berdiskusi dan sosialisasi dulu. Industri aftermarket itu bukan hanya soal bisnis, tapi juga membuka lapangan kerja untuk orang banyak, bila industrinya lambat karena regulasi otomatis pengangguran akan bertambah lagi," ucap Ayong.

Sekjen Gatomi Marisca juga mengungkapkan hal senada. Menurut dia sejauh ini pemerintah kerap membuat regulasi pajak yang cukup memberatkan bagi pelaku bisnis.

"Industri saya kebetulan bergerak dalam dunia alaram, kami bikin alaran secara OEM dan didistribusikan ke ATPM mobil. Kalau OEM punya struktur cost yang jelas setiap tahun, tapi bila tiba-tiba ada regulasi pajak naik hingga 15 persen di pertengahan, otomatis cost jadi mahal, kami harus tanggung karena tidak mungkin dibebankan ke ATPM," ucap Marisca di waktu yang sama.