Jakarta, Otomania – Bicara mengenai pelanggaran di jalan raya, masih menjadi perdebatan mengenai wewenang petugas kepolisian terkait surat kendaraan habis atau terlambat bayar pajak. Selama ini sering ditemui pengguna jalan raya yang kedapatan belum membayar pajak beradu pendapat.
Nyatanya, tugas kepolisian ini sudah diatur pada beberapa Undang-Undang lalu lintas. Salah satunya adalah pasal 70 UU No 22 tahun 2009 mengenai Lalu lintas dan Angkutan jalan.
“Dasarnya adalah masa berlaku STNK adalah 5 tahun dan wajib mendapatkan pengesahan setiap tahun. Jadi penegakkan hukum di sini berkaitan dengan keabsahan. Ini dapat ditindak sesuai pasal di atas,” ucap AKBP Budiyanto, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya saat dihubungi Otomania.
Berdasarkan undang-undang tersebut pengguna kendaraan yang kedapatan melanggar dapat dikenai sanksi kurungan 2 bulan dan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.
Selaln itu seperti yang diatur dalan Lampiran Surat Keputusan No Pol : SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang bagian Pendahuluan No 4 huruf a ayat (2) mengenai pelanggaran lalu lintas jelas mengenai tugas kepolisian. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa sesuai Pasal 211 KUHAP, mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan STNK, SIM yang sah menurut UU lalu lintas atau dapat memperlihatkan namun masa berlakunya sudah kadaluwarsa dapat digolongkan dengan pelanggaran lalu lintas jalan tertentu.
Secara undang-undang, telat membayar pajak artinya keabsahan surat kendaraan tidak sah dan disini polisi dapat bertindak untuk melakukan tilang. Namun soal denda akibat telat membayar pajak, hal tersebut sudah menjadi wewenang pihak lain dalam hal ini Dispenda.
“Intinya di keabsahan saja. Sesuai dengan undang-undang besaran tilang seperti itu (Rp 500.000). Kepolisian hanya melakukan penegakkan hukum. Besaran tilang, bila pemilik menempuh pengadilan, itu akan jadi wewenang pengadilan. Bukan polisi,” ucap Budiyanto.