Jakarta, Otomania –Toyota Calya dan Daihatsu Sigra diluncurkan bersamaan di Karawang, Jawa Barat, Selasa (2/8/2016). Keduanya memang berstatus "kembar", namun punya perbedaan harga yang cukup dominan. Mengapa demikian?
Baik Calya atau Sigra merupakan model berstatus low cost and green car (LCGC), artinya tidak bayar Pajak Penambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM), selayaknya mobil lain yang dijual di Indonesia. Keduanya juga sama-sama menyasar ke segmen kendaraan multi guna (multi purpose vehicle/MPV) tujuh penumpang.
Bicara Sigra, harganya dipatok mulai dari Rp 106 juta - Rp 149 juta. Sementara Calya ditawarkan mulai Rp 129 juta - Rp 150 juta. Rentang harga ini berada di bawah produk MPV terdahulu, Xenia dan Avanza, sehingga akan lebih banyak mendapat perhatian dari calon konsumen, khususnya pembeli mobil pertama.
“Sigra itu masuk program LCGC pemerintah sehingga konsumen mendapatkan insentif pajak sebesar 10 persen (PPnBM). Semua itu diberikan pemerintah ke konsumen bukan produsen,” ucap Amelia Tjandra, Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM) di Karawang, Selasa (2/8/2016).
Produk untuk program LCGC ini diatur sedemikian rupa karena pemerintah sudah membuat peraturan ketat mengenai harga. Insentif ini diharapkan dapat mendorong respons positif dari masyarakat.
“Tidak ada fasilitas untuk produsen. Awal mula program ini jalan karena untuk menghindari pasar domestik dimasuki produk impor, lebih baik produsen lokal didorong untuk memproduksi kebutuhan dalam negeri,” ucap Amelia.
Lantas, mengapa terjadi perbedaan harga cukup dominan antara Sigra dengan Calya?
“Sigra itu lebih ke konsumen yang smart konvensional, Calya lebih ke gengsi dan emosional. Jadi mau mengeluarkan sedikit dana untuk gengsi dan mendapatkan Calya. Sigra konsumennya asal mobilnya bagus tidak mementingkan hal selain itu. Semua terpenuhi,” ucap Amelia.