Ketika Helm Hanya Dijadikan Syarat

Stanly Ravel - Rabu, 27 April 2016 | 08:01 WIB

(Stanly Ravel - )

Jakarta, Otomania - Helm bukan sekadar pelengkap saat berkendara sepeda motor, tapi merupakan sarana keamanan sebagai satu-satunya pelindung untuk kepala. Sayangnya, kesadaran menggunakan helm yang baik dan benar sampai saat ini masih sangat sedikit, kebanyakan hanya menganggap sebagai syarat agar mematuhi lalu lintas.

Mira Keumala Safri, Marketing Director sekaligus instruktur dari Jakarta Defensive Driving Consultant (JDCC), mengatakan bahwa sampai saat ini masih banyak kasus kematian saat kecelakaan akibat terjadinya benturan keras di kepala.

"Kasus kecelakaan motor akibat benturan di kepala masih banyak ditemui. Salah satu penyebabnya bukan karena tidak memakai helm, tapi helm terlepas ketika terjadi benturan atau tabrakan," ucap Mira saat dihubungi Otomania, Selasa (26/4/2016).

Pemakaian helm yang baik dan benar tidak sekadar asal masuk di kepala. Tapi pastikan juga bahwa kondisi helm benar-benar pas, artinya bagian kepala atas dan kiri-kanan rapat dengan busa sehingga tidak longgar dan goyang-goyang saat berkendara.

"Sampai saat ini masih banyak yang pakai helm asal-asalan. Contoh ukuran helm dan kepala tidak pas sehingga longar, atau helm yang busanya sudah menipis sehingga hanya mengandalkan asal nempel di kepala, dan hanya modal klik terpasang saja," ujar Mira.


Pemasangan helm yang benar saat mengancingkan ikat di leher juga ada caranya. Tali tidak boleh rapat dan tidak boleh terlalu longgar, cara memastikannya dengan memasukan dua jari ke sela-sela tali, bila masih masuk artinya tali pengikat masih longgar, hal ini berpotensi terlepas saat terjadi benturan.

"Biasanya saat peristiwa (kecelakaan) helm terlepas dari kepala dan terlihat korban tidak menggunakan helm, padahal helm jadi terlepar. Lepasnya helm bisa dari kaitan atau kunci yang tidak kencang atau sudah rapuh, bisa juga karena tali yang longgar sehingga keluar melewati dagu dan lepas," ucap Mira.