Jakarta, Otomania - Dalam undang-undang lintas No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) diatur mengenai prioritas kendaraan yang wajib didulukan. Peraturan ini tertulis jelas dalam pasal 134.
Ada tujuh kendaraan yang memperoleh hak khusus untuk mendahului. Mulai dari kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia.
Selanjutnya, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, dan konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Meski kecil, tetapi tetap ada peluang ketujuh kendaraan di atas saling bertemu dipersimpangan jalan. Kalau ini sudah terjadi, lantas siapa yang didahulukan, mengingat semuanya punya hak khusus di jalan?
Edo Rusyanto dari Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman), mengatakan, bahwa saat ini pemerintah dan pemangku hukum harus memperhatikan antara penting dan genting. "Dua faktor penting dan genting harus diperhatikan, tidak semua kendaraan yang mendapat prioritas itu wajib didahulukan," kata Edo Rusiyanto, kepada Otomania, Kamis (21/4/2016).
Contoh, iring-iringan pejabat negara atau presiden dengan kendaraan pemadam kebakaran di jalan, lantas mana baiknya harus di dahulukan?
Jawabannya, pemadam kebakaran. Mengapa, karena tugas memadamkan api yang bisa menyelamatkan banyak nyawa dan sangat dibutuhkan. Selain itu, kalau sampai terlambat datang bisa fatal akibatnya, ini faktor genting. "Sedangkan iring-iringan pejabat, statusnya hanya penting, kecuali bila keadaan di negara sedang kacau, huru-hara, atau darurat," kata Edo.
Ambulans
Edo melanjutkan, selain peraturan yang sudah tersedia, para penegak hukum wajib menggunakan etika di jalan. Salah satu kendaraan yang kerap salah kaprah penggunaannya di jalan, adalah ambulans.
Harus dipahami bahwa ada dua jenis ambulans, yakni untuk evakuasi dan untuk penanganan. Ambulans untuk penanganan umumnya membawa peralatan medis lengkap. Ambulans ini juga punya etika dalam menyalakan sirine di jalan raya, tidak semua boleh seenaknya menyalakan sirine.
"Dalam kasus ambulans itu ada namanya peraturan menteri kesehatan yang berbunyi ambulans itu tidak boleh menyalakan sirena ketika membawa korban ke rumah sakit, kenapa? karena ini bisa menggangu jantung korban dan segala macam yang membuat korban justru merasa stres dan panik," kata Edo.
Waktu menyalakan sirine yang tepat dilakukan ketiika ambulans menuju ke TKP untuk mengevakuasi dan untuk penanganan. Tapi, jika melihat kenyataan dilapangan, semua ambulans menyalakan sirine di jalan. Bahkan, sampai orang meninggal dunia saja dinyalakan sirine.
"Logikanya ini tidak perlu, karena yang dibawa itu sudah mati, bukan mau dievakuasi apalagi diselamatkan," ucap Edo.