Jakarta, Otomania - Kesadaran mematuhi peraturan berlalu lintas di jalan raya masih cukup rendah di Indonesia. Hal ini bisa dilihat, bahkan menjadi pemandangan sehari-hari khususnya di Ibu Kota.
Data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, angka kecelakaan pada 2014 mencapai 85.756 kejadian, dengan korban meninggal mencapai 26.623 jiwa, dan kerugian material mencapai Rp 224,2 miliar.
Jusri Pulubuhu selaku Training Director dan Founder dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan bahwa angka tersebut masih tinggi. Sebagian besar bukan hanya disebabkan oleh faktor kesalahan dalam berkendara tapi juga pelanggaran lalu lintas.
"Indonesia bukan hanya darurat narkoba, kalau mereka (instansi pemerintah) melihat, Indonesia saat ini juga darurat lalu lintas. Artinya, angka kematian pertahun di jalan raya juga tinggi, bukan hanya karena narkoba saja," ucap Jusri saat dihubungi Otomania, Rabu (16/3/2016).
Menurut Jusri, fenomena melangar lalu lintas di Indonesia saat ini sudah seperti budaya. Psikologis orang saat ditilang sudah seperti hal biasa, bukan menjadi momok yang menakutkan atau memberi efek jera.
Hal ini lah yang dianggap Jusri cukup riskan bila dibiarkan. Karena cara berkendara dan berlalu lintas seseorang di jalan raya mencerminkan bagaimana budaya masyarakat kita di mata dunia.
"Menurut para ahli, untuk melihat kebudayaan suatu bangsa saat ini bisa dicerminkan dari perilaku saat berkendara di jalan raya. Ini sangat riskan untuk Indonesia, meski kita punya slogan tertib berlalu lintas, tapi realisasinya sampai saat ini masih jauh dari harapan," ucap Jusri.
Bentuk pelanggaran lalu lintas semakin tahun semakin besar, salah satu pemicunya juga karena tingginya angka penggunaan kendaraan bermotor saat ini. Saat ini menurut Jusri orang sudah biasa menantang maut dengan aksi pelanggaran lawan arah.