Jakarta, Otomania – Potensi besar sektor industri pelumas dalam negeri, memang harus diakui keberadaannya. Ini bisa dilihat dari kemampuan kapasitas produksi pabrik pelumas yang mencapai 1,8 juta kilo liter tiap tahunnya, namun hanya 850.000 kilo liter yang terserap pasar domestik. Salah satu penyebab kondisi tersebut karena membanjirnya pelumas impor di Indonesia.
Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Harjanto, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian menjawab Otomania, saat peresmian beroperasinya pabrik Pelumas Shell di Marunda Center, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/11/2015).
“Salah satu cara untuk bisa memaksimalkan potensi industri pelumas dalam negeri ini yaitu dengan mewajibkan SNI (Standar Nasional Indonesia). Ini akan membuat arus impor pelumas bisa cukup terbendung. Saat ini kami dari Kementerian Perindustrian, sedang membangun komunikasi dengan Kementerian ESDM, terkait penetapan kesepakatan baru tersebut,” ujar Harjanto.
Saat ini, lanjut Harjanto, para importir pelumas hanya butuh Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) dari ESDM, untuk dapat memasarkan produknya di dalam negeri. Ini membuat importir mudah membawa masuk pelumas dari luar Indonesia.
Ini mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 053 Tahun 2006. Seperti pada pasal 2 yang berbunyi, setiap jenis pelumas dengan nama dagang pelumas tertentu yang dipasarkan di dalam negeri wajib memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) pelumas yang ditetapkan dan wajib memiliki NPT. Saat ini ada sekitar 250 perusahaan pelumas yang memilliki NPT, di luar dari 20 perusahaan pelumas yang memiliki pabrik di Indonesia.
“Teman-teman dari ESDM masih mengunakan pedoman tersebut. Saat ini kami sedang membangun kesepakatan di dalam negeri, salah satunya dengan mewajibkan SNI. Sehingga berharap sedikit demi sedikit bisa mengurangi produk impor pelumas. Ini semoga bisa cepat terlaksana,” ujar Harjanto.