Jakarta, Otomania – Apa Anda salah satu dari orang tua yang mengizinkan anak di bawah 17 tahun mengemudikan sepeda motor atau mobil? Bila demikian, Anda tinggal tunggu kabar karena anak Anda bisa jadi sedang terlibat kecelakaan.
Menurut data Korps Lalu Lintas Polri Bidang Pembinaan Penegakan Hukum, pada Januari – Juli 2015 lalu pelajar berada di urutan nomor dua terbanyak berdasarkan klasifikasi pelaku kecelakaan. Selama tujuh bulan 2015 total pelaku kecelakaan yang tercatat mencapai 46,394 orang, sebanyak 7.079 orang di antaranya adalah pelajar. Hanya satu profesi yang mengalahkan itu, yakni karyawan sejumlah 23.269 orang.
Jadi, orang tua sebenarnya bisa mengalkulasikan kemungkinan anak menjadi pelaku kecelakaan. Setiap anak usia sekolah keluar rumah lantas mengemudikan kendaraan, berarti 15,3 persen bakal kecelakaan dan dicatat kepolisian. Perlu diketahui, probabilitas itu ditentukan dari catatan, kemungkinan ada banyak lagi kecelakaan yang tidak masuk radar kepolisian.
Lebih lanjut, data pelaku kecelakaan dari kalangan SMA juga berbanding lurus dengan rekaman data berdasarkan profesi korban. Usia sekolah juga berada di urutan kedua setelah karyawan. Dari 73.546 korban, 14.141 orang atau 19,2 persen tercatat masih berstatus pelajar.
Data yang dibeberkan kepolisian memang tidak merinci tingkat pendidikan pelajar. Tapi bila disimak dari ketentuan batas umur 17 tahun kepemilikan SIM, pelajar yang seharusnya bisa nyetir kendaraan di jalan setidaknya kelas XI. Itu berarti mulai dari pelajar usia SD, SMP, sampai SMA kelas X, ilegal "nyetir" kendaraan. Nah, Anak Anda yang mana?
SIM
SIM sebenarnya jadi acuan legal pengemudi di jalan sebab berupa penghargaan dari negara buat orang-orang layak mengemudi. Meski begitu bukan berarti setiap pemilik SIM telah dibekali ilmu berkendara yang cukup.
Kualitas pembuatan SIM merupakan tanda tanya besar. Apakah setiap pemohon SIM mendapat ujian teori dan praktek dengan benar? Bagaimana caranya usia di KTP tidak sesuai dengan SIM? Atau apakah legal pembuatan SIM kolektif tanpa melibatkan pemohon?
Di sinilah peran orang tua dituntut lebih mengawasi hubungan anak dengan kendaraan bermotor yang juga punya status alat pembunuh. Selain ditentukan negara, orang tua juga bisa menentukan kelayakan anak mengemudi berdasarkan mental dan rohani.