Mobil Murah Ternyata Sulit Dijual Kembali

Agung Kurniawan - Kamis, 6 Agustus 2015 | 13:45 WIB

(Agung Kurniawan - )

Jakarta, Otomania – Status sosialnya sebagai "mobil murah" membuat produk-produk hasil program pemerintah Indonesia, yakni kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau atau lebih dikenal dengan istilah (low cost and green car/LCGC) menyasar pada kalangan pemilik mobil pertama. Dengan harga yang ditetapkan paling murah ketimbang jenis mobil baru lainnya, membuatnya sulit bersaing di segmen pasar mobil bekas (mobkas).

Kabar ini langsung diperoleh dari para pedagang mobkas di Bursa Mobil Bekas Mall MGK Kemayoran, Jakarta Pusat. Masalah utama yang dihadapi produk-produk LCGC adalah harganya yang cuma beda tipis dengan versi barunya. Selain itu, setiap konsumen yang mau membeli mobil murah bekas, harus siap dibebani dengan biaya tambahan lain, seperti Bea Balik Nama (BBN). Lewat tambahan biaya ini, praktis rentang harga antara mobil murah baru dengan yang bekas semakin tipis.

“Selisih harganya Rp 10 juta sampai Rp 15 juta. Kalau bedanya segitu, konsumen jelas lebih pilih yang baru ketimbang yang bekas. Hampir semua merek LCGC seperti itu. Kita cukup sulit untuk menjualnya” ujar Teddy pemilik showroom Jaya Mobil, seperti dikutip dari KompasOtomotif, Rabu (5/8/2015).

Di sisi lain, beban juga dihadapi para pebisnis mobkas yang mau membeli produk-produk LCGC untuk stok. Teddy mengaku, banyak konsumen yang mencoba menjual LCGC kepunyaannya dengan harga yang tinggi. Kondisi ini membuat pebisnis sulit mendulang keuntungan besar, sehingga harus puas dengan margin yang relatif lebih kecil ketimbang model-model lain.

“Saat ini, yang mau jual LCGC banyak, tapi mereka minta harga tinggi. Kebanyakan yang jual seperti Agya dengan harga Rp 100 jutaan, kita jual lagi 105 sampai 110 jutaan. Beda harga dengan yang baru kecil banget jadi susah. Bingung kita jualnya,” ujar Teddy.